Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Ronggeng Dukuh Paruk"Trilogi PertamaKarya Ahmad Tohari Nilai- nilai kepercayaan tentang sesuatu ajaran leluhur yang sangat sulit ditelaah oleh nalar telah mengalir dan mendarah daging, memunculkan cerita klasik yang bertemakan misteri yang dialami oleh seorang pemuda yang hidup dalam lingkungan yang penuh dengan nafsu birahi dan adat yang penuh akan seksualitas. Tema misteri yang diangkat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini sungguh merupakan tanda tanya besar yang dipenuhi dengan konflik batin dan perjuangan yang dialami oleh tokoh utamanya sendiri, bergulat dalam suatu hal yang jauh dari ambang nyata yang membuat bayangan dan angan yang kian mengambang telah merasuk serta menciptakan perkelahian hebat antara dua asumsi berbeda yang mencuat di dalam diri seorang pemuda bernama Rasus belum lagi mengingat adat daerahnya yang tak lazim sehingga mengakibatkan asumsi itu makin berkobar. Adapun tema misteri dalam novel ini diperkuat oleh kutipan berikut;Orang-orang pandai itu, siapa pun dia, merasa berhak menyembunyikan kubur Emak. Aku yang pernah sembilan bulan bersemayam dalam rahim Emak tidak perlu mengetahuinya. Dalam membayangkan pencincangan terhadap mayat Emak, aku tidak merasakan kengerian. Ini pengakuanku yang jujur. Sebab bayangan demikian masih lebih baik bagiku daripada bayangan lain yang juga mengusik angan-anganku. Itu andaikan Emak tidak meninggal melainkan pergi bersama si Mantri entah ke mana. Boleh jadi Emak hidup senang. Di luar Dukuh Paruk kehidupan selalu lebih baik demikian keyakinanku sepanjang orang-orang dalam beberapa setiap peristiwa yang hadir dalam sebuah novel merupakan bagian yang disebut dengan tokoh. Adapun tokoh dalam novel yang bertajuk Ronggeng Dukuh Paruk ini adalah Rasus, Srintil, Warta, Darsun, Ki Secamenggala, Sakarya & Nyai Sakarya, Santayib & Istri Santayib,Ki Kartareja & Nyai Kartareja, Sakum, Dower, Sulam, Nenek Rasus, Siti, dan Sersan kita telah mengulas tokoh-tokoh yang berperan dan ambil andil dalam beberapa peristiwa yang terjadi di dalam novel, adapun hal yang masih memiliki keterkaitan dengan ulasan sebelumnya adalah penokohan, yang membicarakan mengenai gambaran fisik, karakter, watak atau sifat yang dimiliki oleh tiap tokoh-tokoh tersebut. Mulai dari tokoh utama sendiri yakni Rasus Aku, tokoh Rasus digambarkan sebagai seorang pemuda Dukuh Paruk yang berumur 14 tahun, mempunyai karakter yang tidak sabaran, bersahabat, imajinatif, terlalu menyimpan dendam dan benci, hal ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut ;"Sudah, sudah. Kalian tolol," ujar Rasus tak sabarTetapi Dukuh Paruk dan orang-orangnya disana tak ada yang mengerti diriku yang sakit. Memang Dukuh Paruk memberi kesempatan kepadaku mengisi bagian hati yang kosong dengan seorang perawan kecil bernama Srintil. Tidak lama, sebab sejak peristiwa malam bukak-klambu itu Srintil diseret ke luar dari dalam hatiku, Dukuh Paruk bertindak semena-mena kepadaku. Aku bersumpah takkan memaafkannya. 1 2 3 4 5 6 7 8 Lihat Fiksiana Selengkapnya
Unsur Kebahasaan Novel Ronggeng Dukuh Paruk from Unsur Intrinsik Unsur IntrinsikUnsur EkstrinsikUnsur StrukturalUnsur LinguistikUnsur StilistikKesimpulan Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah salah satu novel yang diangkat dari sebuah legenda lokal. Novel ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat di sebuah desa bernama Dukuh Paruk. Novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat desa yang dipengaruhi oleh budaya dan adat istiadat tradisional. Unsur intrinsik novel ini meliputi alur, latar, tokoh dan tema. Alur novel ini berkisar tentang kisah cinta antara Ronggeng dengan Darsa dan konflik di antara mereka. Latar tempat novel ini berlangsung adalah di Dukuh Paruk, desa yang terletak di tepi hutan Gunung Lawu. Tokoh utama novel ini adalah Ronggeng, Darsa dan Mbojo. Sedangkan tema yang diusung oleh novel ini adalah kisah cinta yang dihantam oleh konflik dan budaya desa. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik novel ini meliputi penulis, penerbit, tahun terbit dan bahasa. Penulis novel ini adalah Ahmad Tohari, seorang sastrawan dan penyair asal Indonesia. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Bentang Budaya pada tahun 1987. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris dan Jepang. Novel ini ditulis dalam bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami. Unsur Struktural Novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki struktur yang cukup kompleks. Novel ini terdiri dari 40 bab yang terbagi menjadi lima bagian. Setiap bagian dibagi lagi menjadi beberapa subbagian. Struktur novel ini memiliki alur maju dan mundur yang memudahkan pembaca untuk memahami konflik dan kejadian dalam novel. Novel ini juga menggunakan konvensi narasi yang khas, yaitu narasi pengamatan, narasi bercerita, dan narasi dialog. Unsur Linguistik Novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki unsur linguistik yang sangat kaya. Novel ini menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Kata-kata yang digunakan dalam novel ini cenderung bersifat puitis dan khas, sehingga memberikan kesan khusus pada pembaca. Novel ini juga menggunakan bahasa yang berasal dari berbagai dialek, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Madura. Hal ini membuat novel ini semakin kaya dari segi linguistik. Unsur Stilistik Novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki unsur stilistik yang cukup kaya. Novel ini menggunakan berbagai gaya narasi, seperti gaya klasik, gaya modern, dan gaya lokal. Novel ini juga menggunakan bahasa yang khas dan melodi yang kuat, sehingga memberikan kesan khusus pada pembaca. Novel ini juga menggunakan berbagai macam jenis kalimat, seperti kalimat majemuk, kalimat kompleks, dan kalimat sederhana. Kesimpulan Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menawarkan banyak unsur kebahasaan yang kaya dan variatif. Novel ini menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami. Unsur intrinsik novel ini meliputi alur, latar, tokoh dan tema. Unsur ekstrinsik novel ini meliputi penulis, penerbit, tahun terbit dan bahasa. Struktur novel ini cukup kompleks dan memiliki alur maju dan mundur. Unsur linguistik novel ini sangat kaya dan kaya akan dialek bahasa. Novel ini juga menggunakan berbagai gaya narasi, seperti gaya klasik, gaya modern, dan gaya lokal. Melalui novel ini, Ahmad Tohari berhasil memperkenalkan kepada pembaca berbagai unsur kebahasaan yang kaya dan variatif.
. 217 492 38 181 200 96 72 368